• Nusa Tenggara Timur

Bangkitkan Budaya demi Toleransi Yang Lebih Baik di Nusa Tenggara Timur

Imanuel Lodja | Kamis, 12/11/2020 18:47 WIB
Bangkitkan Budaya demi Toleransi Yang Lebih Baik di Nusa Tenggara Timur Laskar Timor Indonesia bersama Banser NU dan anggota Polri saat menjaga dan mengamankan rumah ibadah pada perayaan hari besar umat beragama di Kota Kupang.

katantt.com--Keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan di Nusa Tenggara Timur pada dasarnya telah terawat dengan baik.

Namun ada pula sebagian pihak berupaya menganggu kenyamanan tersebut dengan berbagai cara.

Upaya menangkal dan mencegah perpecahan dan intoleransi ini sendiri terus dilakukan berbagai pihak.

Bagi masyarakat NTT yang mayoritas beragama Kristen, perbedaan keyakinan bukan menjadi penghalang merawat toleransi antar umat beragama.

Justru sebaliknya, perbedaan keyakinan adalah sebuah kekayaan yang harus selalu dijaga dan dirawat hingga ke anak cucu.

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan jumlah penduduk NTT berdasarkan agama yakni Kristen Protestan 1.627.157 orang, Katolik 2.535.932 orang, Islam 423.825 orang serta Hindu, Budha dan agama tradisional lainnya sekitar 20.000 orang.

Jika dilihat dari prosentase, agama Kristen Protestan 39,03 persen, Katolik 52,48 persen, Islam 8,28 persen, Hindu 0,20 persen dan Budha 0,01 persen belum termasuk agama/kepercayaan tradisional seperti Marapu di Sumba dan Jingitiu di Sabu Raijua.

Di NTT agama Protestan terbanyak tersebar di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Alor, Sabu Raijua, Rote Ndao, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang.

Sementara agama Katolik terbanyak tersebar di Kabupaten Malaka, Belu, Timor Tengah Utara, Sumba Barat Daya, Ngada, Ende, Nagakeo, Sikka, Lembata, Flores Timur, Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat.

Sedangkan agama Islam dengan jumlah besar tersebar di Kabupaten Ende, Flores Timur, Kota Kupang, dan Kabupaten Manggarai Barat.

Kiprah Laskar Timor Indonesia

Di NTT, khususnya Kota Kupang, Kabupaten TTS dan TTU, sejumlah warga bergabung dalam organisasi Laskar Timor Indonesia (LTI) NTT.

Ketua LTI NTT, Pendeta Adi Ndi`i mengakui sudah banyak organisasi baik bentukan pemerintah maupun masyarakat yang visi misinya mencegah radikalisme, terorisme dan memelihara toleransi.

Namun LTI lahir dengan konsep berbeda. LTI memadukan visi dan misi dalam multi bidang mulai dari bidang kemanusiaan, kebangsaan, kerohanian, kebudayaan dan bidang olahraga.

Menurut Pendeta Adi, di wilayah NTT belum ada satu organisasi dari orang asli daerah dalam pergerakannya yang merangkum multi bidang khususnya lagi dari kelompok berbasis Kristen.

Dengan dasar pemikiran inilah kemudian pihaknya duduk bersama menyatukan persepsi tekad membentuk Laskar Timor Indonesia.
Ia menyebut sengaja menggunakan kata Timor melambangkan pulau Timor dan menggambarkan tentang NTT.

"Di luar sana orang mengenai Timor adalah NTT dan juga untuk memperkuat persaudaraan melalui budaya Timor," ujar Pendeta Adi Ndi`i.

Selain itu, Laskar Timor Indonesia mempunyai visi misi dalam bidang kemanusiaan, kebangsaan, kerohanian, kebudayaan dan bidang olahraga.

Pendeta Adi menyebut dalam bidang kemanusiaan, LTI hadir dalam tanggap bencana dengan memberikan bantuan kepada korban bencana melalui kegiatan tanggap bencana.

Bantuan kemanusiaan lainnya bedah rumah warga kurang mampu dan aksi donor darah bekerjasama dengan berbagai pihak yang digelar tiga bulan sekali.

Dari sisi kerohanian, LTI membantu pembangunan gereja baik Protestan, Katolik dan denominasi dengan menggalang dana tanpa melihat perbedaan.

Di bidang olaharaga, LTI membina beberapa cabang bela diri seperti silat, karate, taekwondo dan muang thai.

LTI bertekad mengaktifkan bidang olahraga dan berharap anggota LTI bisa berprestasi.

“Saat ini yang sudah betul-betul berprestasi adalah bela diri muang thai,” ujarnya.

Terkait dengan kebangsaan maka LTI menjaga toleransi, Pancasila, NKRI sebagai harga mati.
Namun ada upaya dari oknum-oknum yang ingin merongrong Pancasila dan NKRI.

Namun ada juga kelompok yang begitu gencar dengan berbagai cara memasukkan paham lain ke masyarakat NTT.

Meski Undang-Undang, TNI dan Polri kuat tetapi tetap ada rongrongan melalui banyak cara.

Karena itulah, LTI menjalin kerjasama dengan Polri dan TNI dan semua harus sama-sama sadar bahwa ideologi negara sedang rapuh.

“Lemahnya pemahaman masyarakat akan Pancasila membuat mereka mudah terseret ke dalam idiologi

di luar Pancasila,” katanya.

Fenomena lain sebut Pendeta Adi, banyak pihak yang menggunakan agama sebagai tameng untuk mempermudah mempengaruhi orang serta banyak ajaran yang menyesatkan.

Di sinilah LTI berperan aktif untuk mencegah hal ini karena Pancasila sebagai ideologi negara dan NKRI sebagai komitmen bersama yang wajib dijaga dan dipertahankan.

Tawarkan Pendekatan Budaya

Masyarakat NTT masih menjunjung tinggi rasa persaudaraan dan adat istiadat begitu tinggi.
Pendeta Adi mengakui LTI menyadari kalau budaya merupakan salah satu dampak yang memperkuat nilai-nilai toleransi.

Karena itu, kebudayaan merupakan aset bangsa yang mempunyai peran besar dalam merawat toleransi.

"Pertahankan kebudayaan timor sebagai aset bangsa. Hidupkan budaya karena orang di timor tidak pandang suku dan agama. Dulu Jarang ada perkelahian antar suku karena nilai budaya yang kuat," tandasnya.

LTI menyodorkan ide perlu adanya badan khusus seperti lembaga adat karena penyelesaian masalah yang paling tangguh adalah adat dan budaya.

"Karena pola-pola penyelesaian masalah paling cepat lewat pendekatan adat sehingga penyelesaian tidak sampai ke ranah hukum karena sudah diselesaikan lewat pendekatan adat," kata Adi alasan menawarkan pendekatan budaya sebagai solusi penanganan masalah.

Diusia yang masih belia (LTI dibentuk sejak tahun 2018), LTI bertekad untuk menjaga toleransi karena dari gerakan yang selama ini dilakukan LTI sudah banyak kegiatan yang berdampak pada masyarakat.

"Komitmen kami bahwa Pancasila sudah final. Intinya siapa pun atau dari kelompok manapun tidak boleh ada yang ganti ideologi Pancasila," tegasnya.

Pada tahun 2019, LTI membubarkan kegiatan Hizbut Tahir Indonesia (HTI) di Kelurahan TDM, Kota Kupang karena merongrong Pancasila.

Kondisi ini membuat kegelishan LTI pada perkembangan toleransi di NTT yang sudah terjalin baik dan harmonis.

Sebagian anak jaman sekarang memandang aneh saat orang beribadah ke mesjid dengan pakaian gamis.

LTI menawarkan pola budaya sehingga jika tidak melanggar ajaran dalam Al Quran maka bisa menggunakan sarung/kain adat untuk sholat.

Selain menumbuhkan budaya juga menampilkan budaya dan merawat toleransi sehingga budaya tidak punah.

"Kita angkat nilai budaya lewat pakaian ibadah namun tidak boleh melanggar ajaran agama," tandasnya.

LTI juga menggagas dihidupkannya kembali nilai gotong royong terutama dalam pembangunan rumah ibadah dan pelaksanaan hari raya agama.

"Suatu waktu pendeta menjadi ketua pembangunan mesjid dan orang muslim menjadi ketua pembangunan gereja," ujarnya.

Sementara iu, LTI ikut memperjuangkan agar pemerintah daerah di NTT dan kabupaten/kita mengembalikan pelajaran Pancasila sebagai pelajaran wajib di tingkat Taman Kanak-kanak sampai ke Perguruan Tinggi.

Sedangkan untuk tes PNS atau sejenisnya harus juga dimasukan ujian pemahaman Pancasila yang wajib dilaksanakan.

"Untuk kelulusan masuk lapangan pekerjaan pun harus diukur pemahaman tentang Pancasila. Pancasila adalah kitab sucinya Indonesia karena Pancasila memiliki posisi penting," tandasnya.

Hingga saat ini LTI memiliki 275 orang anggota tersebar di Kota Kupang, Kabupaten TTS, TTU, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao.

Hanya saja, prose penerimaan anggota dilakukan dengan ketat dalam kurun waktu dua kali dalam setahun.

Tidak mudah menjadi anggota LTI. Ada beberapa persyaratan yang harus diikuti. Ada surat pernyataan yang harus ditandatangani di atas materai Rp 6.000.

Salah satunya berisi pernyataan mengakui Pancasila sebagai ideologi negara dan taat pada aturan organisasi serta siap tidak berpolitik praktis.

"Kalau kedapatan berpolitik praktis maka akan dikeluarkan. Individu boleh (berpolitik) tetapi jangan membawa nama organisasi," tandas Adi Ndi`i.

Anggota yang sudah diterima dan memenuhi syarat wajib mengikuti pembekalan serta mendapatkan kartu anggota dan baju organisasi.

Sebagai organisasi yang banyak diisi pemuda Kristen, LTI belajar banyak hal dari Banser NU.

"Kinerja Banser NU mengamankan rumah ibadah menjadi pemicu bagi kami untuk kami pun berbuat kebaikan bagi mereka saat mereka merayakan hari raya," tandasnya.

LTI ikut mendorong agar menyelesaikan persoalan melalui pendekatan budaya dan bukan berujung pada proses hukum.

 

FOLLOW US