• Nusa Tenggara Timur

Polisi Diminta Tuntaskan Hilangnya 9 SHM Jaminan di BPR Christa Jaya Perdana

Imanuel Lodja | Sabtu, 09/10/2021 17:16 WIB
 Polisi Diminta Tuntaskan Hilangnya 9 SHM Jaminan di BPR Christa Jaya Perdana Christofel Liyanto didampingi Wilson Liyanto dan penasehat hukum Samuel David Adoe, SH dan Bildat Tonak, SH saat jumpa pers dengan wartawan.

katantt.com--Sembilan sertifikat hak milik (SHM) yang merupakan jaminan di Bank Christa Jaya Perdana Kupang hilang. Polisi pun diminta menuntaskan kasus ini karena sudah dilaporkan secara pidana di Polda NTT.

Christofel Liyanto didampingi Wilson Liyanto dan penasehat hukum Samuel David Adoe, SH dan Bildat Tonak, SH kepada wartawan, Sabtu (9/10/2021) mengakui awal terjadinya permasalahan dari kredit yang disalurkan PT BPR Christa Jaya Perdana (bank) kepada Rachmat selaku debitur tertanggal 16 Desember 2015 sebesar Rp 735.000.000.

Hingga sampai dengan Oktober 2018 hutang menjado sebesar Rp 4.750.000.000 dan tercatat sebagai kredit macet dari total plafon sebesar Rp 5.000.000.000.

Berdasarkan hal tersebut, bank menyerahkan sertifikat hak milik nomor 368/Kelurahan Oebufu, GS/SU tanggal 10 Juni 2009 nomor: 32/Oebufu/2009, seluas 1.986 meter persegi atas nama Rachmat, dibuktikan dengan surat tanda terima sertifikat tanggal 16 Desember 2015.

"Ini merupakan jaminan pinjaman atas nama Rachmat dan diserahkan kepada notaris Albert Wilson Riwu Kore untuk segera dilakukan pengikatan APHT I, yang nantinya dilanjutkan proses pemecahan berdasarkan surat order pada tanggal 16 Desember 2015, dengan Nomor638/Not-BPR/XII/2015," ujar Wilson Liyanto.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya, notaris Albert Riwu Kore tidak melaksanakan permintaan bank untuk dilakukan pengikatan APHT 1 atas SHM nomor 368/Kelurahan Oebufu tersebut.

"Apabila notaris melakukan mengikatan APHT I sesuai dengan permintaan, maka tidak mungkin Rachmat dapat mengambil sertifikat tanah tersebut," tambahnya.

Notaris justru melakukan pemecahan SHM nomor 368/kelurahan Oebufu, tersebut tanpa konfirmasi kepada BPR Christa Jaya Perdana sebagai pemegang hak. Yang kemudian di pecah menjadi 18 SHM atas nama Rachmat.

Dari 18 SHM tersebut kemudian 3 SHM diambil oleh pihak BP, sisanya 15 SHM bank memerintahkan untuk dilakukan pemasangan APHT I dan notaris mengeluarkan surat keterangan/covernote tanggal 22 Juni 2016, nomor 18/CN/PPAT/VI/2016, menerangkan bahwa ke 15 SHM tersebut akan dilakukan pemasangan APHT I pada Badan Pertanahan Kota Kupang, dengan jangka waktu proses 90 hari kerja.

"Apabila telah selesai proses pemasangan APHT I tersebut, maka akan segera diserahkan kepada bank BPR Christa Jaya Perdana," tambahnya.

Akan tetap notaris kembali tidak melakukan permintaan bank untuk kedua kalinya agar dilakukan pemasangan APHT I terhadap 15 SHM tersebut.

Malah notaris menyerahkan 4 SHM kepada Rachmat pada tanggal 16 Desember 2016 dan 5 SHM pada  tanggal 21 November 2016.

Disebutkan pula bahwa notaris Albert dan staf kantor notaris telah mengakui perbuatannya dengan adanya surat laporan yang dibuat notaris ke BPN Kota Kupang tertanggal 29 September 2017, perihal pemblokiran 9 SHM atas nama Rachmat.

"Isi surat menyatakan bahwa SHM-SHM tersebut sebenarnya merupakan jaminan hutang pada BPR Christa Jaya Perdana Kupang akan tetapi atas kelicikan pemilik SHM (Rachmat) telah memperdayai staf kami (notaris) dengan cara meminjam sementara SHM tersebut untuk kepentingan fotocopy guna arsip pribadinya," katanya.

"Akan tetapi setelah ditunggu tidak dikembalikan, kami telah mencari dan menagihnya tetapi pemilik SHM tersebut tidak pernah dikembalikan lagi oleh karena itu berdasarkan hal-hal tersebut diatas mohon bapak (BPN Kota Kupang) memblokir SHM-SHM tersebut baik untuk peralihan hak atau APHT sampai adanya klarifikasi lebih lanjut dari pihak kami (notaris)," tambah Wilson mengutip isi surat Notaris Albert Riwu Kore ke BPN Kota Kupang.

Sementara Christofel Liyanto menegaskan bahwa sampai dengan saat ini Rachmat masih merupakan debitur macet dan masih memiliki kewajiban hutang pada PT BPR Christa Jaya Perdana Kupang.

Ia menilai kalau Albert Riwu Kore lalai sehingga SHM yang semula diserahkan pihak BPR masih atas nama Rachmat.

Ia mengakui kalau BPR memberi kewenangan kepada Albert untuk order namun justru Albert melakukan pemecahan dan sertifikat diserahkan Albert kepada Rachmat yang merupakan debitur pada BPR Christa Jaya Perdana Kupang.

"Kami sudah laporkan Albert secara pidana ke Polda NTT dan kita berharap Polda NTT segera menindaklanjutinya sesuai prosedur yang ada," tandasnya.

Ia berharap Albert harus mengembalikan sertifikat karena hingga saat ini Rachmat belum melakukan pelunasan hutang ke BPR Christa Jaya Perdana Kupang.

Penasehat hukum Samue David Adoe, SH menegaskan kalau ada orderan dari BPR Christa Jaya Perdana ke Albert selaku notaris untuk menerbitkan APHT atas SHM namun justru sejumlah SHM hilang.

"Polisi perlu menelusuri hilangnya SHM ini dan kita percayakan proses hukum di Polda NTT serta kita yakin penyidik Polda NTT segera menuntaskan kasus ini," tandasnya.

Ia menegaskan pula kalau Rachmat menjaminkan SHM di BPR saat meminjam uang namun notaris Albert tidak memproses APHT sesuai order dari BPR tetapi justru SHM tersebut hilang.

"Albert harus bertanggungjawab karena BPR Christa Jaya Perdana merugi atas kredit macet oleh Rachmat," tambahnya.

 

FOLLOW US