• Nusa Tenggara Timur

Ahli Hukum Pidana Sebut Penetapan Tersangka Harus Sesuai Bukti yang Berkualitas

Imanuel Lodja | Rabu, 18/05/2022 20:22 WIB
Ahli Hukum Pidana Sebut Penetapan Tersangka Harus Sesuai Bukti yang Berkualitas Sidang pra peradilan tersangka Ira Ua dengan agenda pemeriksaan saksi ahli hukum, Dr Simplexius Asa di PN Kupang.

KATANTT.COM--Ahli hukum acara pidana Dr Simplesius Asa hadir memberikan kesaksian dalam sidang pra peradilan Ira Ua (istri Randy Badjideh).

Saat bersaksi, Dr Simplesius Asa menilai dalam penetapan seseorang sebagai seorang tersangka harus berdasarkan tiga faktor penunjang.

Tiga faktor itu, menurutnya alat bukti yang berkualitas, kuantitas, maupun relevansi.

"Menetapkan seseorang sebagai tersangka itu, harus memenuh kualitasnya, kuantitasnya maupun relevansinya," ujar Simplesius Asa dalam persidang Pra peradilan, Selasa (17/5/2022).

Menurut Dr. Simplesius Asa kehadiran dirinya sebagai ahli dalam kasus penetapan tersangka Ira Ua, tidak berpihak kepada siapa pun baik itu pemohon maupun termohon.

Namun kehadiran dirinya memberikan pemahaman atau tanggapan yang sifatnya yuridis.

"Kehadiran saya sebagai ahli itu untuk meluruskan pandangan-pandangan yang mungkin selama ini di pegang oleh orang tapi tidak yuridis," katanya.

Ia juga menegaskan, sebagai seorang ahli dirinya tidak pernah masuk dalam pokok permasalahan namun, sebagai praktisi hukim ia mengutamakan kebenaran yang sifatnya yuridis.

"Makanya sering saya katakan, ini menyangkut reputasi saya, artinya saya harus menjamin hal yang pertama itu kebenaran yuridis," tegasnya.

Ia menjelaskan, apa yang disampaikannya dalam persidangan bersifat normatif yang sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku.

"Normatif, saya tidak pernah membuat dan menciptakan yang baru, segala sesuatunya sudah ada di putusan-putusan pengadilan dan sudah ada di putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Saya tidak menyimpulkan sesuatu yang baru," terang dia.

Ia juga menilai, sebagai seorang akademisi harus bisa legowo dalam menghadapi proses hukum yang sesuai dimana cara berhukum secara baik dan benar.

"Menurut saya, yang menjadi tanggungjawab saya sebagai akademisi dalam pembangunan hukum ialah, kita harusnya legowo menghadapi tiap-tiap proses seperti ini. Karena itulah cara kita berhukum," ujarnya.

Ia menilai, bila bukti dalam suatu perkara yang diajukan oleh penyidik baik itu tulisan maupun rekaman suara, harus dapat dibuktikan kebenarannya.

"Ada yang hasilnya berupa tulisan atau transkrip, ada yang hasilnya rekaman suara. Kalau rekaman suara masuk yang mana, dan kalau tertulis masuk yang mana. Menurut saya kalau suara itu masuk pada keterangan yang diberikan secara lisan. Tetapi itu harus bisa diulangi di depan persidangan ini lalu itu menjadi suatu alat bukti," jelasnya.

Lanjut Dr Simplesius Asa, bukti bila berupa tulisan maka rangkaian kata-kata dibalik tulisan itu harus masuk sebagai alat bukti dan mampu dibuktikan kebenarnya.

"Kalau yang diambil itu tulisannya atau rangkaian kata-katanya, maka yang mau dinilai itu makna dibalik tulisan-tulisan itu seharusnya masuk pada alat bukti tertulis," terangnya.

Sementara itu, ahli bahasa Dr Kris Labu Djuli, dalam persidangan sebelumnya menjelaskan, bila pernyataan `hidup saya tidak akan tenang kalau mereka masih ada` lalu ditanggapi oleh P2, saya pergi bunuh sudah ko? Hal itu merupakan kalimat pertanyaan yang digunakan oleh P2 untuk mengkonfirmasi hal itu kepada P1.

"Supaya apa yang akan di interpretasi P2 atas pernyataan P1, maka harus ada pernyataan dari P1. Karena kalimat yang dipakai oleh P2 itu adalah kalimat pertanyaan yang sifatnya melakukan komfirmasi maksud yang disampaikan oleh P1," jelas ahli Bahasa Dr Kris Labu Djuli dalam menerangkan perumpamaan percakapan antara Randy dan Ira.

Selain itu, ahli juga menilai bila percakapan itu terus diucapkan oleh P1 dan ditanggapi oleh P2 maka, hal itu tentunya telah dipahami oleh P1 maksud dan tujuan dari P2.

"Kalau itu diucapkan P1, selalu ditanggapi oleh P2, kalau kita andaikan tadi itu `hidup saya tidak akan tenang kalau mereka masih ada` lalu ditanggapi oleh P2, saya pergi bunuh sudah ko? Berarti P1 memahami menginterpretasi pernyataan P1 itu, seperti apa yang dia pahami," urainya.

Ahli Bahasa Dr Kris Labu Djuli, juga menerangkan, yang menjadi pertanyaan konteks bahasa itu kepada diucapkan oleh P1, lalu yang perlu diperhatikan ialah aspek pesikologis dari P1 saat mengatakan `hidup saya tidak akan tenang kalau mereka masih ada`.

"Hal pertama ada konteks kenapa itu diucapkan oleh P1, Lalu hal kedua yang perlu dipertimbangkan ialah aspek pesikologis dari P1, kepada kalimat itu diucapkan seperti itu," terangnya.

Menurut hemat ahli bahasa ini, konteks pernyataan yang dibahas merupakan suatu peristiwa yang sudah terjadi dan hal itu merupakan bentuk penyesalan dengan kalimat saya pergi bunuh sudah ko?.

"Saya memahami pernyataan itu dalam konteks, ada peristiwa yang terjadi dan telah dilakukan saya pahami kalimat itu penyesalan atau kekesalan kepada lawan bicara. P1 dan P2 berinteraksi tentang oknum yang dibicarakan tentu kalau ada, partisipan lain akan menyaksikan serta akan menyimak apa yang disampaikan oleh P1 dan P2," terangnya.

Ia menilai percakapan dalam konteks itu belum bila diambil kesimpaulan karena P1 belum memberikan respon atas pertanyaan yang disampaikan oleh P2.

"Ini belum bisa dipastikan karena pertanyaan dari P2 belum memiliki respon dari P1. Namun bila ada respon senyum oleh P1 maka hal itu tentunya disetujui," pungkas ahli bahasa.

FOLLOW US