• Nusa Tenggara Timur

Penetapan Tersangka Notaris di Kupang Malah Ungkap Kredit di BPR Christa Jaya Diduga Melanggar Hukum

Djemi Amnifu | Minggu, 14/08/2022 19:42 WIB
Penetapan Tersangka Notaris di Kupang Malah Ungkap Kredit di BPR Christa Jaya Diduga Melanggar Hukum Albert Wilson Riwu Kore

KATANTT.COM---Pepatah Senjata Makan Tuan sangat cocok dialamatkan pada kasus dugaan penggelapan oleh notaris Albert Riwu Kore yang dilaporkan BPR Christa Jaya di Polda NTT. Bagaimana tidak. Dalam kasus ini malah terungkap jika BPR Christa Jaya diduga telah menyalahi hukum dalam pemberian kredit.

Karena itu, dugaan penggelapan 9 sertifikat oleh notaris senior Albert Wilson Riwu Kore, sangat-sangat tidak berdasarkan pada hukum. Sebab notaris Albert Wilson Riwu Kore justru tidak ada kaitan dengan pemberian kredit di BPR Christa Jaya.

"Dari kasus ini justru terungkap apabila sertifikat milik Rachmat, SE, pun belum menjadi agunan (jaminan) untuk kepentingan kredit, seperti yang disinyalir Bank Christa Jaya Pratamamm," tegas Dr Yanto Ekon selaku penasihat hukum Albert Wilson Riwu Kore melalui pernyataan tertulis yang diterima Sabtu (13/8/2022) malam.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) ini menjelaskan bahwa, sembilan sertifikat yang diduga digelapkan itu diserahkan oleh pemiliknya, Rachmat SE, kepada Notaris (PPAT) Albert Riwu Kore, guna membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) pada tahun 2019 antara pemilik Rachmat SE dan Bank Christa Jaya Pratama.

"Bukan BCJ (Bank Christa Jaya Pratama) yang menyerahkan 9 SHM itu," tegas Yanto Ekon.

Namun selang beberapa waktu, pemilik Rachmat SE kembali mendatangi kantor Notaris dan meminta agar SHM itu dikembalikan. Dijelaskan pula bahwa, belum ada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) saat 9 sertifikat itu diserahkan ke Notaris Albert Riwu Kore, yang kemudian diambil kembali oleh Pemiliknya Rachmat SE.

Yanto juga menegaskan, sembilan SHM tersebut masih menjadi milik Rachmat SE dan tidak sebagai barang jaminan atau agunan bagi Bank Christa Jaya Pratama. Sebab sesudah menyerahkan sembilan sertifikat itu ke Notaris Albert Riwu Kore, pihak pemberi kredit yakni BPR Christa Jaya Pratama dan calon kreditur Rachmat SE tidak bertindak atau memenuhi syarat untuk pembuatan APHT yang menjadikan SHM itu sebagai jaminan ke Notaris (PPAT), Albert Riwu Kore.

"Menurut pasal 13 ayat (5) UU Hak Tanggungan bahwa, suatu barang menjadi agunan atau jaminan, setelah didaftarkan dalam buku tanah hak tanggungan oleh BPN. Sedangkan yang terjadi pada 9 SHM itu masih atas nama Rachmat SE dan belum dilekatkan pembebanan hak tanggungan yang didaftarkan dalam buku tanah hak tanggungan," jelas Yanto.

Dengan demikian, Yanto menyebutkan telah terbukti bahwa unsur pidana yang dilekatkan penyidik Mapolda NTT kepada notaris Albert Wilson Riwu Kore dan juga stafnya yang menyerahkan sembilan sertifikat (SHM) kepada pemiliknya Rachmat SE, tidak memenuhi unsur penggelapan seperti yang dipakai pada KUHP.

Selain itu, ditegaskan Yanto terkait tidak adanya APHT atau menjadikan SHM tersebut sebagai jaminan kredit, maka menurut Undang-undang Perbankan jo peraturan Otoritas Jasa Keuangan, bahwa Bank Christa Jaya Pratama belum dirugikan karena belum bisa mencairkan pinjaman atau kredit ke Rachmat SE.

Sebaliknya, apabila Bank Christa Jaya sudah cairkan pinjaman atau kredit ke Rachmat SE tanpa adanya penandatangan APHT dan pembebanan hak tanggungan pada 9 SHM, maka dipastikan merupakan pelanggaran terhadap UU Perbankan. "Sebab tidak mengikuti langkah-langkah perkreditan," tegas Yanto.

Selaku PH Albert Wilson Riwu Kore, Yanto Ekon berharap, dalam prapenuntutan, JPU dapat memberikan petunjuk kepada Penyidik untuk membuktikan bahwa 9 SHM itu telah dibebani hak tanggungan sehingga menjadi hak dari BPR Christa Jaya Pratama.

"Bukti pembebanan hak tanggungan itu mencakup APHT dan Pendaftaran Hak Tanggungan 9 SHM itu dalam buku tanah hak tanggungan," katanya.

FOLLOW US