• Nusa Tenggara Timur

Dua Jam Terkumpul 1233 Puntung Rokok di Pantai Pasir Panjang

Djemi Amnifu | Kamis, 25/08/2022 12:48 WIB
Dua Jam Terkumpul 1233 Puntung Rokok di Pantai Pasir Panjang Sejumlah sampah puntung rokok dan sampah lainnya berserakan di Taman Pantai Kelapa Lima yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo pada tanggal 24 Maret 2024 silam.

KATANTT.COM--Hari beranjak siang. Panas matahari di Kota Kupang seakan tak dirasa pengunjung Pantai Kelapa Lima. Sejumlah anak muda sementara duduk menikmati keindahan Pantai Kelapa Lima. Mereka berlindung di sejumlah bangunan pendopo (lopo) berbentuk alat musik Sasando asal Pulau Rote. Lopo ini menjadi tempat favorit pengunjung untuk bersantai dan menjadi spot foto favorit. Keindahan Pantai Kelapa Lima makin lengkap dengan lampu penerangan di sepanjang lokasi ini.

Maklum, lokasi ini telah menjadi ikon wisata baru di Kota Kupang setelah diresmikan Presiden Joko Widodo pada Maret 2022 lalu. Diakhir pekan seperti hari Sabtu dan Minggu, Pantai Kelapa Lima cukup ramai oleh pengunjung. Ada yang sementara duduk sambil memandang laut lepas menikmati semilir angin di tengah terik suhu Kota Kupang. Yang lain, asyik berfoto di sejumlah lokasi yang menjadi spot foto favorit. Ada pula yang menikmati kuliner yang dijajakan di lokasi ini. Keramaian ini benar-benar terasa menjelang matahari terbenam (sunset) karena pengunjung seakan berlomba mengambil foto memburu sang surya menuju peraduan. Suasana ini semakin semarak malam menjelang oleh pengunjung yang sekedar melepas penat menghirup udara pantai.

Di Pantai Kelapa Lima sendiri terdapat empat unit bangunan. Bangunan itu konstruksinya berlantai dua dengan model terbuka yang menjorok ke laut. Ada tulisan Pantai Kelapa Lima warna merah dengan ukuran yang cukup besar yang terletak di tengah-tengah empat lokasi tersebut. Di setiap bangunan ditata rapi dan dilengkapi wastafel. Keempat bangunan ini juga belum digunakan dan pengunjung pun dilarang masuk ke dalam bangunan-bangunan tersebut. Di taman ini juga nampak tersedia toilet umum untuk pengunjung.

Sayang, keindahan ikon wisata baru ini `ternoda` oleh sampah yang berserakan hampir di semua tempat. Pantauan katantt.com, Sabtu (6/8/2022), cukup banyak sampah berserakan, mulai dari puntung rokok, botol air mineral, sedotan, bungkus rokok, pembungkus makanan kecil dan masih banyak lagi. Tempat sampah yang berada persis di pinggir jalan seakan hanya menjadi penghias taman.

Hasil pantauan katantt.com, sampah puntung rokok paling banyak berserakan di sepanjang Pantai Kelapa Lima. Secara kasat mata, sampah puntung tak terlihat, namun bila diamati dengan lebih teliti justru sampah puntung rokok terselip di semua tempat. Sedikitnya ada ribuan sampah puntung rokok yang berserakan tak dibuang ke tempat sampah. Ferry, salah seorang pengunjung yang bekerja sebagai sopir online sedang bersantai sambil menunggu order di lokasi tersebut. Ferry terlihat merokok sambil menyeruput segelas kopi. Sebelum menghabiskan kopi di gelasnya, Ferry membuang puntung rokok di lantai seakan tanpa beban. Saat ditanya, kenapa tak membuang puntung rokok di tempat sampah, dijawab tidak ada tempat sampah. "Sonde ada tempat sampah pak," katanya singkat.

Paco, nelayan di Pantai Kelapa Lima dan istrinya Limbeffe,  yang berjualan di lokasi ini mengaku sampah-sampah yang berserakan sebagian besar ditinggal oleh pengunjung. Mereka berdua mengaku kewalahan menegur pengunjung yang tak membuang sampah pada tempatnya.

Karena itu, tidak heran banyak sampah yang berserakan di lokasi wisata yang berada di jalan Timor Raya tepatnya di depan Hotel Aston ini. "Kami hanya bisa bersihkan sampah lokasi tempat lapak kami berjualan. Selebihnya, dibersihkan oleh petugas kebersihan. Mereka kasih bersih pagi, nanti siang seperti sekarang sudah kotor lagi," ujar Limbeffe Mamang yang diamini suaminya, Paco.

Pemandangan serupa dijumpai di lokasi Pantai Teddy’s  terletak di Kelurahan Lahi Lai Besi Kopan (LLBK)  Kecamatan Kota Lama juga menjadi salah satu ikon wisata baru di Kota Kupang. Sampah puntung rokok berserakan hampir di setiap sudut lokasi bahkan di sejumlah pot bunga yang berada di lokasi tersebut. Padahal, Pantai Teddy’s ini termasuk salah satu lokasi wisata yang diresmikan Presiden Jokowi bersama Pantai Kelapa Lima pada Maret 2022 lalu.

Pengunjung yang merokok, seenaknya membuang puntung rokok di sembarang tempat, Ada pula yang langsung membuang ke laut seakan tanpa beban. Padahal ada sejumlah anak kecil yang asyik bermain di area tersebut. Mereka tetap menikmati hisapan asap dari rokok di tangannya. Memang di kawasan ini belum ada papan pengumuman soal larangan merokok dan larangan membuang sampah.

Di sini, hanya terdapat dua tempat sampah dari drum yang dibagi dua dan di tempatkan pada sisi utara Pantai Teddy`s. Dari jauh, kedua bak sampah ini tak kelihatan sehingga, tidak diketahui pengunjung. Hanya pedagang kuliner di lokasi ini yang memanfaatkannya. Perilaku pengunjung yang membuang sampah sembarang tanpa ada pengawasan dari pengelola membuat sampah berserakan di mana-mana. Mulai dari sampah bekas bungkusan makanan, bekas minuman air mineral, minuman kaleng, pecahan kaca, sedotan plastik, sampai sampah puntung rokok.

Pemandangan serupa terjadi di lokasi Pantai Oeba (Fatubesi) yang menjadi lokasi Tempat Pendaratan Ikan (TPI) malah lebih parah lagi. Sebagian besar pedagang di TPI didominasi kaum pria adalah perokok aktif. Dalam sehari, mereka bisa menghabiskan 2-3 bungkus rokok. Dan sesuai pengakuan mereka, puntung rokok rata-rata dibuang di sembarang tempat bahkan langsung ke laut. "Buang sembarang. Ada di mana buang di situ. Kadang-kadang langsung buang pi (ke) laut. Semua yang bajual di sini (Perokok). Saya satu hari bisa dua bungkus rokok," ujar Mastoni, salah satu warga RT 02/RW 01 Kelurahan Fatubesi Kecamatan Kota Lama-Kota Kupang.

 

Ketua RT 02/RW 01 Kelurahan Fatubesi Kecamatan Kota Lama, Lot Seseli. Lot Seseli berharap Pemkot Kupang  memberlberlakukan efektif Peraturan Daerah (Perda) Kota Kupang Nomor 8 Tahun 2016 yang mengatur Kawasan Tanpa Rokok. “Bila perlu kasih sanski tegas kepada mereka yang melanggar termasuk yang membuang puntung rokok sembarangan,” ujarnya.

Sebagian besar jelas Lot Seseli belum mengetahui bahaya dari puntung rokok yang dibuang sembarangan sehingga mencemarkan lingkungan dan memberi dampak buruk bagi Kesehatan. Karena itu, Pemkot Kupang harus gencar melakukan edukasi dan sosialiasi soal bahaya merokok dan dampak buruk dari pencemaran oleh sampah puntung rokok.

 Sebagai ibukota NTT, Kota Kupang yang tengah berbenah menuju sebuah kota modern dan menjadi sebuah kota tujuan wisata. Sejumlah fasilitas pendukung telah dibangun demi menjadikan Kota Kupang sebagai salah satu tujuan utama. Sayang, masalah sampah menjadi salah satu masalah utama yang hingga kini belum terselesaikan.

Sayang di tengah perjuangan tersebut, melekat predikat sebagai salah satu kota terkotor di Indonesia sesuai hasil penilaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia tahun 2017-2018 lalu. Ironisnya, daerah pesisir dan pantai di Kota Kupang yang mestinya steril dari sampah justru menjadi lokasi sampah yang cukup melimpah.

Lumban Nauli Lumban Toruan, Ketua Tim Peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang kepada media ini, Senin (22/7/2022) menyebut bahwa sampah pesisir merupakan masalah yang semakin penting untuk dikaji mengingat dampak negatifnya bagi lingkungan daratan dan lautan.

"Tujuan penelitian ini untuk mengkaji sebaran sampah pantai di Pulau Timor sebagai salah satu dasar pengambilan kebijakan dalam pengelolaan dan mengatasi pencemaran sampah. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2020 di  enam pantai wisata yang dikelola oleh pemerintah yaitu satu di Kota Kupang dan lima kabupaten  (Malaka,  Timor  Tengah Selatan, Kupang, Timor Tengah Utara dan Belu)," jelas Lumban Nauli Lumban Toruan.

Pada setiap lokasi dibuat transek sepanjang 100 meter sejajar garis pantai dengan lebar transek sepanjang  10  m  tegak lurus garis pantai yang diukur dari bagian belakang pantai. Seluruh sampah dalam transek diambil, lalu  dibersihkan dari pasir, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label.

Sampah yang basah  dijemur sampai kering sebelum dihitung. Sampah kemudian dipilah, lalu dihitung jumlah, panjang, dan beratnya.  Hasil penelitian menunjukkan seluruh pantai telah terpapar oleh sampah yang tidak terkelola,” katanya.

Sampah plastik mendominasi seluruh lokasi dengan komposisi jumlah antara 63 -95% (rerata80  ±  12%) dan panjang antara 60 -93% (rerata75 ± 13%). Komposisi berat sampah plastik antara 20 -72% (rerata45 ± 21%), dan berat sampah plastik tidak mendominasi pada pantai. Dinamika arus laut pada muson timur diduga berperan dalam menyebabkan lebih rendahnya kuantifikasi sampah pada beberapa pantai di lima kabupaten. Sumber sampah pada pantai di Kota Kupang berasal dari kegiatan rekreasi, aktivitas nelayan dan berlabuh, serta sampah antropogenik yang terbawa dari laut.

Khusus sampah puntung rokok, Lumban menyebut bahwa selama penelitian menemukan sebaran sampah puntung rokok hampir di semua pantai di Kota Kupang. Jumlah puntung rokok bervariasi tergantung lokasi sepanjang pantai di teluk Kupang. Dan jumlah terbanyak ditemukan di Pantai Pasir Panjang Kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Kota Lama, sebanyak 1233 puntung dalam luasan 1000 m2 yang dikoleksi hanya dalam sekitar dua jam.

"Sampah puntung rokok ini termasuk limbah B3. Sebagai limbah yang termasuk dalam kategori plastik karena sekitar 90% dari filter rokok ini terbuat dari selulosa asetat, puntung rokok yang terdapat di pantai dapat terurai menjadi mikroplastik akibat paparan matahari, namun sangat sulit terurai sebagai kompos, sehingga tidak memberikan dampak positif bagi lingkungan," jelasnya.

Selain itu, jelas Lumban, zat kimia yang berada pada puntung rokok ikut terurai bersamaan dengan terurainya puntung rokok menjadi mikroplastik. Baik mikroplastik dan zat kimia (seperti nikotin, kadmium, arsenik, kromium, tembaga, etilfenol, timbal, dan hidrokarbon aromatik polisiklik) yang terkandung pada puntung rokok berbahaya bagi ekosistem laut selain secara estetika tidak indah dipandang mata.

Menurut Lumban, puntung rokok merupakan bentuk sampah yang paling mudah ditemui hampir di semua tempat terutama di pesisir pantai. Batang rokok yang dihisap dibuang sembarangan, padahal filter pada rokok terdiri dari bahan plastik yang sangat berbahaya bagi pantai dan lautan. Filter atau puntung, yang sebagian besar terdiri dari mikroplastik yang dikenal sebagai serat selulosa asetat.

Puntung rokok jelas Lumban, menyumbang lebih dari 766 juta kilogram sampah beracun setiap tahun. Sehingga puntung rokok juga merupakan salah satu sampah plastik yang membuat ekosistem laut lebih rentan terhadap kebocoran mikroplastik. Sebab apabila puntung rokok yang tidak dibuang dengan benar dapat terurai oleh faktor-faktor seperti sinar matahari dan kelembapan, sehingga melepaskan mikroplastik, logam berat, dan banyak bahan kimia lainnya yang berdampak pada kesehatan dan layanan ekosistem.

Dalam keadaan tersebut filter rokok dapat pecah menjadi potongan plastik yang lebih kecil yang mengandung dan akhirnya mengeluarkan beberapa dari 7000 bahan kimia yang terkandung dalam sebatang rokok, banyak di antaranya beracun bagi lingkungan, dan setidaknya 50 diketahui karsinogen manusia. Dan ketika bahan kimia berbahaya dalam mikroplastik tertelan, dapat menyebabkan kematian jangka panjang pada kehidupan laut, termasuk burung, ikan, mamalia, tumbuhan, dan reptil. "Mikroplastik ini juga memasuki rantai makanan dan dikaitkan dengan dampak kesehatan manusia yang serius, yang dapat mencakup perubahan genetika, perkembangan otak, tingkat pernapasan, dan banyak penyakit lainnya," jelas Lumban.

Tim Peneliti Fakultas Kelautan dan Perikanan Undana Kupang terdiri dari Lumban Nauli Lumban Toruan, Ismawan Tallo dan Suprabadevi Ayumayasari Saraswati dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa penelitian pencemaran sampah di pantai merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari strategi pengelolaan limbah sesuai Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut. Dan kajian ini menunjukkan sampah yang tidak terkelola tersebar pada seluruh pantai. Sumber sampah pada pantai di kota Kupang berasal dari kegiatan rekreasi, aktivitas nelayan dan berlabuh, serta sampah antropogenik yang terbawa dari aliran sungai dan laut.

Begitu pun, sampah plastik, khususnya yang merupakan wadah makanan dan minuman termasuk puntung rokok merupakan kategori sampah yang mendominasi pada seluruh pantai di Kota Kupang. Karena itu, perlu perubahan perilaku pada masyarakat. Peran dan ketegasan pengelola obyek wisata dalam menata kebersihan pantai juga merupakan hal yang  penting agar jumlah sampah di pantai dapat direduksi dan estetika pantai wisata dapat terjaga.

Data pada kajian ini memberikan gambaran sebaran sampah pantai yang mewakili masing-masing kabupaten dan kota  di Pulau Timor. Namun masih terdapat keterbatasan data sebaran sampah pada pantai lainnya yang secara spesifik   tidak dikelola oleh pemerintah, baik yang dikelola oleh secara pribadi maupun yang tidak dikelola sama sekali," jelasnya.

Ia juga menyarankan agar perlu ada kajian menyeluruh terhadap pantai-pantai tersebut. Mengingat ada beberapa pantai yang dikelola oleh pemilik lahan karena mereka menganggap dirinya sebagai tuan tanah atas areal yang   mereka kelola maka pendekatan khusus diperlukan untuk memperoleh data sampah pada lokasi pantai tersebut.

Tingginya persentase sampah plastik yang dihasilkan oleh pengunjung pantai memberikan informasi penting kepada pemerintah setempat sebagai pengambil kebijakan untuk segera bertindak. Baik dengan memberikan pemahaman dan penyadaran kepada masyarakat baik melalui pendekatan adat sesuai budaya setempat maupun melalui peraturan  yang tegas.

Begitu pula peran pengelola di setiap pantai wisata, baik dalam kegiatan bersih pantai, interaksinya dengan wisatawan agar tidak membuang sampah sembarangan dan kerjasama dengan instansi lain seperti dinas yang berhubungan dengan kebersihan sangat penting dalam mereduksi sampah di pantai. 

Kendati perubahan perilaku diri sendiri diyakini sebagai faktor utama dalam mereduksi sampah laut namun diperlukan peraturan dan sanksi yang tegas dari pemerintah sebagai regulator agar sampah dapat dikelola dengan baik.

Rekomendasi lainnya adalah melakukan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan serta pengolahan sampah diperlukan  karena dapat meningkatkan pengetahuan, bereksplorasi dan berkreasi dalam menghasilkan benda bernilai guna   baru, dapat membentuk komunitas yang peduli terhadap kebersihan lingkungan, dan aktif dalam  menjaga  kebersihan pantai.

Sebelumnya,  tahun 2018 silam, Tim Peneliti asal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran-Bandung terdiri dari Noir Primadona Purba, Yudi Nurul Ihsan, Ibnu Faizal dan Gita Mulyani, juga menemukan sebaran sampah rokok di wilayah pesisir Taman Nasional Perairan Laut Sawu termasuk pesisir Teluk Kupang.

Menurut Noir, lokasi penelitian difokuskan pada pantai wisata di mana dari hasil awal menunjukkan bahwa di pantai-pantai wisata, hampir 1/5 area destinasi terdapat sampah. Dan hasil analisis data menunjukkan sampah terbanyak berada di pantai dan mangrove. Berat sampah per 200 meter dapat mencapai 9,42 kg. Jenisnya seperti plastik, foam, gelas, kaleng, pakaian, jaring, puntung rokok, dan lainnya. Ada pantai dengan sampah terbanyak plastik dan pecahan kaca.

Dalam studi lain menyebutkan, satu puntung setidaknya mempunyai 15.600 helai fiber sintesis berjenis polimer plastik yang disebut selulosa asetat. Zat kimia satu putung rokok juga bisa berpengaruh meracuni pada 1.000 liter air, dan bisa melepaskan 100 partikel per hari, atau sama dengan 300.000 ton per tahun mikrofiber yang terlepas. Jumlah ini, katanya, sama banyak dengan mikroplastik di limbah cucian baju.

“Apabila ini mencemari lingkungan tentu sangat berbahaya, apalagi jika sudah berbentuk mikroplastik yang kemudian terlepas di perairan dan dimakan oleh ikan atau biota lain. Ini bisa mengancam kesehatan manusia yang memakannya,” ujarnya.

Kota Kupang Berjibaku Melepaskan Predikat Kota Terkotor

Saat ini Kota Kupang tengah berusaha keras untuk melepaskan diri dari predikat sebagai kota terkotor di Indonesia. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Kupang yang diberi tanggujawab, ternyata belum maksimal menangani pengelolaan sampah. Dan yang menjadi masalah utama adalah perilaku masyarakat sendiri dalam menjaga kebersihan.

Sampah masih menjadi masalah utama yang belum terselesaikan hingga kini. Tak heran, predikat sebagai salah Kota Terkotor di Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore dan Wakil Wali Kota Kupang, Hermanus Man. Padahal Kota Kupang pernah meraih penghargaan tiga Adipura sebagai kota terbersih pada tahun i tahun 1995, 1997 dan tahun 2009 silam.

Kepada katantt.com yang ditemui, Senin (26/7/2022), Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore tak menampik predikat Kota Kupang sebagai salah satu kota terkotor di Indonesia. Dan kerja keras pun tengah dilakukan demi melepaskan status sebagai kota terkotor. “Kami terus berupaya melepaskan status sebagai kota terkotor. Saat ini Dinas Kebersihan terus mengerahkan semua kekuatan dalam membenahi sampah. Secara bertahap hingga suatu saat, status ini akan lepas,” kata Jefri.

Jefri mengakui, pembangunan sebuah kota akan terlihat dari kebersihan kota itu selain penataan taman untuk menambah keindahan kota. Karena itu, masalah kebersihan dan taman kota menjadi program prioritasnya. Sejumlah masalah sudah menghadang, mulai dari perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan, keterbatasan armada, belum semua wilayah memiliki Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) hingga keterbatasan personil pasukan kuning. Pun begitu, tak menyurutkan semangat Pemkot Kupang untuk terus berjibaku melepaskan diri dari predikat sebagai kota terkotor.

Memang kebersihan Kota Kupang bukan semata-mata menjadi tanggungjawab Pemerintah Kota Kupang namun semua pihak. Karena itu, Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore memberi apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang yang telah melakukan penelitian terkait sebaran sampah di beberapa kabupaten termasuk di Kota Kupang. Hasil penelitian ini memberi banyak masukan kepada Pemkot Kupang terkait langkah-langkah yang dilambil Pemkot Kupang dalam menangani sampah.

Sejumlah program pun diluncurkan termasuk lewat Gerakan Jumat Bersih dengan melibatkan semua pihak mulai dari masyarakat, ASN, TNI-Polri dan pihak swasta termasuk pelajar dan mahasiswa. Lewat Gerakan Jumat bersih ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan dengan membuang sampah di pada tempatnya. “Gerakan Jumat Bersih ini, kita ajak masyarakat secara bergotong royong membersihkan lingkungannya masing-masing termasuk pelajar dan mahasiswa,” katanya.

Pihaknya pun mulai meremajakan dan menambah armada pengangkut sampah agar bisa mengangkut sampah pada 52 kelurahan yang tersebar di 6 kecamatan. Sebelumnya, sepanjang tahun 2000-2017 lalu, Dinas Kebersihan Kota Kupang hanya memiliki 6 truk pengangkut sampah dan 5 truk kontainer. “Sekarang sudah  200-an truk kontainer tapi tetap saja belum bisa memberi kebersihan kota yang memadai. Tapi kita terus berjuang,” imbuh Jefri.

Selain itu, Pemkot Kupang melalui DLHK akan menambah pembangunan TPS termasuk di sejumlah lokasi wisata yang berada di Teluk Kupang sehingga memudahkan pengangkutan oleh petugas. Hanya, Pemkot Kupang kesulitan dana karena selama dua tahun terakhir ini sebagian besar anggaran di-refocusing untuk penanganan Covid-19. Dengan begitu, pihaknya melibatkan pihak swasta dalam menata Kota Kupang menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk membangun sejumlah taman dan ruang terbuka hijau. 

Sejumlah taman yang dibangun antara lain, Taman Tagepe, Taman Patung Tirosa, Taman Pantai Kelapa Lima, Taman Pantai Teddy`s, Taman Adipura, Taman Perdamaian Undana dan Taman Boulevard Frans Seda.

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau  Sangat Kecil

Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore membenarkan dana cukai rokok dari Kementerian Keuangan RI untuk daerah termasuk Kota Kupang namun nilainya sangat kecil sehingga belum mampu membiayaiseluruh anggaran dalam penanganan sampah di Kota Kupang. Terkait usulan supaya  Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk mendanai dampak lingkungan mendapat respon positif. “Cukai rokok itu memang ada dan salama ini kita (Kota Kupang) dapat juga. Tapi memang perhitungan tidak jelas sehingga yang kita terima sedikit. Apalagi harus dibagi kepada 21 kabupaten lain di NTT,” katanya.

Ketidakjelasan tersebut karena alokasi terbesar DBHCHT justru Pemerintah Provinsi dibanding kabupaten/kota. Sejatinya, alokasi DBHCHT terbesar diberikan untuk kabupaten/kota. Seperti DBHCHT tahun 2019, Provinsi NTT mendapat Rp 15,6 miliar dan Pemerintah Provinsi NTT mendapat Rp 4,7 miliar sedangkan sisanya baru dibagi ke kabupaten/kota. Khusus Kota Kupang mendapat Rp 224.024.000.

Begitu pun DBHCHT tahun 2020 di mana Provinsi NTT mendapat Rp 7,82 miliar dan Pemprov mendapat Rp 2 ,3 miliar dan Kota Kupang Rp 111.772.000 dan selebihnya untuk kabupaten lain. Tahun 2021 Provinsi NTT mendapat DBHCHT sebesar Rp 5,4 miliar dan Pemprov mendapat Rp 1,6 miliar sedangkan Kota Kupang Rp 77.183.000. Sedangkan tahun 2022 ini, Provinsi NTT mendapat DBHCHT sebesar Rp 5,1 miliar dan Pemprov mendapat alokasi sebesar Rp 1,5 miliar sedangkan Kota Kupang Rp 73.687.000.

DBHCHT ini terbilang kecil dan tak mencukupi dalam mengelola sampah di Kota Kupang. Dana operasional armada dalam setahun saja, tidak cukup dari DBHCHT ini.  Pemkot Kupang harus mengalokasi dari APBD Kota Kupang namun terbatasa karena harus menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Dalam setahun, dibutuhkan anggaran Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar per tahun dalam pengelolaan sampah. “Kita akan perjuangkan ke Kementerian DLHK dan Pekerjaan Umum agar membantu membiayai pengelolaan sampah di Kota Kupang. Kita tak bisa berharap banyak dari dana cukai rokok,” imbuhnya.

Mantan anggota DPR RI ini menyebut minimnya DBHCHT sangat sulit bagi Pemkot Kupang mengatur alokasi untuk kesehatan, kesejahteraan masyarakat, pemberian bantuan dan penegakan hukum di Kota Kupang. Yang mana dalam dua tahun terakhir, dana tersebut dipakai untuk kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19. “Aturannya sudah jelas, tidak mungkin kita gunakan di luar aturan yang berlaku,” katanya.

Terkait sampah puntung rokok menurut Jefri, akan memperbanyak tempat-tempat sampah yang mudah dijangkau. Selain itu, akan diperketat penerapan Kawasan Bebas Rokok di Kota Kupang sehingga bila ada yang ingin merokok maka bisa ke tempat yang memang sudah disiapkan tempat sampah untuk membuang punting rokok. Jadi puntung rokok tidak dibuang sembarangan sehingga bisa mencemari lingkungan. Hal ini sudah jelas diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Kupang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok. “Memang ada sanksi, tapi selama ini belum sampai kepada pemberian sanksi tega tetapi hanya teguran lisan,” ujarnya.

Sebagai langkah awal, Pemkot Kupang melatih 20 pedagang kuliner di dua lokasi wisata pantai yang baru diresmikan Presiden Jokowi ‘Maret 2022 lalu, Mereka bukan saja berjualan, namun ikut menjaga kebersihan lokasi dan lingkungan sekitar. Bahkan mereka (pedagang kuliner)  memberi edukasi  bagi pengunjung untuk menjaga kebersihan dan fasilitas umum di lokasi tersebut. Termasuk menegur pengunjung yang membuang atau meninggal sampah di lokasi bukan membuang ke tempat sampah.

“Ruang terbuka hijau yang sudah disiapkan ini harus ditata dibarengi dengan kebersihan yang memadai. Orang yang datang tidak boleh buang sampah sembarangan, karena kota ini akan tetap jelek. Kebersihan menjadi hal yang utama. Kita harus bisa memastikan mereka bisa berjualan kuliner dengan baik dan memastikan mereka tidak membuang sampah pada tempatnya. Caranya adalah kita akan menyiapkan tempat-tempat sampah. Ini sekaligus mengedukasi masyarakat Kota Kupang,” jelasnya.

WALHI NTT Soroti Pengolahan Sampah

Masalah sampah di Kota Kupang merupakan masalah tahunan yang belum terselesaikan hingga kini. Hampir setiap sudut Kota Kupang, pasti dijumpai aneka jenis sampai dari yang paling kecil hingga menimbulkan aroma bau busuk. Tak heran, predikat Kota Kupang sebagai kota terkotor di Indonesia yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2020 silam.

Hal ini tak lepas dari perhatian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT).  Direktur Eksekutif WALHI NTT, Umbu Wulang kepada media, Sabtu (6/8/2022) menyebut. salah satu indikator yang membuat KLHK memberikan predikat ini antara lain di lihat dari model pengolahan tempat pemrosesan akhir yang masih menggunakan sistem open dumping (pembuangan di lahan terbuka) dan belum ada penyusunan kebijakan strategi daerah (Jakstrada) untuk pengelolaan sampah.

"Jika mengacu kepada Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, seharusnya tiga tahun setelah undang-undang ini berlaku, pengelolaan sampah sistem open dumping ini harus ditinggalkan dan segera menerapkan sistem sanitary landfill. Termasuk Kota Kupang yang masih menggunakan sistem open dumping ini," jelas Umbu Wulang.

Sayangnya jelas Umbu Wulang, Pemkot Kupang abai sehingga dianggap telah melanggar hukum (UU 18/2008 Red) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait pengelolaan sampah. Karena itu, tak heran Kota Kupang tetap menjadi juara kota terkotor.

WALHI NTT menilai Pemkot Kupang tidak becus dalam mengurusi persoalan sampah. Jangankan menyelesaikan permasalahan sampah di tataran kebijakan, titik persoalan sampah malah dibebankan kepada masyarakat. Masyarakat yang memproduksi banyak sampah dan sering membuang sampah sembarangan dijadikan sebagai alasan. “Pengelolaan sampah yang ideal berangkat dari proses pemetaan siklus peredaran sampah mulai dari tahapan eksploitasi hingga pada pembuangan,” ungkap Umbu.

Masyarakat malah di-‘kambinghitam’-kan untuk menutupi buruknya model pengelolaan sampah oleh Pemkot Kupang di lapangan. Bagaimana tidak. Proses implementasi pengelolaan sampah hanya fokus pada urusan teknis di lapangan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Sementara keseriusan pemerintah untuk merespon dari sisi hulu misalnya mendorong pelaku usaha untuk peduli atas residu yang dihasilkan dari usahanya sebagaimana dalam amanat UU justru melemah.

Padahal secara objektif, sampah adalah persoalan publik yang mencolok di di Kota Kupang. Sampah yang berserakan di setiap sudut kota baik di pusat kegiatan ekonomi, pemerintah dan pendidikan serta fasilitas publik tidak terkelola dengan baik dan komperehensif. Dalam pengelolaan sampah masih parsial yakni dari sisi regulasi, terhadap permasalahan sampah ini, Pemkot Kupang memiliki kerangka regulasi untuk menangani sampah yakni Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Dalam Perda ini diatur sanksi bagi seseorang yang melakukan pelanggaran yakni Bab XV dengan ketentuan pidana yang termuat pada pasal 24 ayat 1, di mana setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 40 diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000.

Perda ini juga mengatur terkait kewajiban pelaku usaha. Pasal 12 secara tegas menyatakan Pelaku usaha yang melakukan usaha dan/atau program yang menghasilkan produk dan/atau kemasan produk wajib melaksanakan program pembatasan timbulan sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau programnya.

“Namun dalam proses implementasinya tidak diikuti dengan keseriusan pemerintah dengan melakukan pemetaan pelaku-pelaku usaha yang produknya dijual di pasaran. Misalnya mengidentifikasi produk milik para pelaku usaha,” tegas Umbu.

Yang kemudian diikuti dengan ketegasan pemerintah kota untuk memperingatkan para pelaku usaha peduli atas sampah yang dihasilkan dari produk jualannya. Landasan yuridisnya ada pada UU Sampah Nomor 18 Tahun 2008 pasal 15 yang menyatakan produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Karena itu, WALHI NTT merekomendasikan Pemkot Kupang untuk mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sampah yang benar sesuai dengan amanat UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Termasuk bersikap tegas memperingatkan pelaku usaha atas residu yang dihasilkan dari sisa produk-produk jualannya serta menyediakan fasilitas dan mengedukasi masyarakat secara tepat.

Kampanye Melawan Sampah

Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang merupakan salah satu lembaga pemerintah di Kota Kupang yang gencar melakukan kampanye melawan sampah. Bahkan melakukan edukasi kepada masyarakat dalam menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Saat masalah sampah ini masih menjadi masalah besar di Indonesia.

Kepala BKKPN Kupang, Imam Fauzi mengaku pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi sampah, salah satunya adalah melalui kampanye kepada masyarakat. Tujuannya adalah  untuk meningkatkan kesadaran dalam menjaga kebersihan. Kampanye ini melalui pendekatan kreatif dengan diperkuat strategi komunikasi dalam penanganan sampah khususnya laut.

“Pengelolaan sampah merupakan hal yang harus selalu kita perhatikan, Salah satunya adalah dengan kampanye ke masyarakat. Karena itu, kita harus pro aktif melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar lebih peduli dan ikut bertanggungjawab terhadap sampah," jelasnya.

Yang paling utama, adalah mengubah mind set masyarakat bahwa masyarakat adalah  tokoh utama dalam pencapaian sarana dan prasarana sanitasi yang berkelanjutan. Edukasi bagi masyarakat merupakan tahap sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran tersebut. Setelah itu baru dilakukan penanganan sampah secara teknisnya. Masyarakat perlu dididik terlebih dahulu dengan pemberian motivasi dan pendampingan secara terus-menerus hingga akhirnya terbentuk kelompok-kelompok dan melembaga.

Ia menerangkan masyarakat selanjutnya dapat diminta untuk melakukan survey di lingkungan mereka sendiri berkaitan dengan sanitasi seperti pengecekan kelayakan sarana dan prasarana sanitasi di setiap di rumah. Pendampingan ini perlu dilakukan secara terus-menerus hingga membudaya di dalam kehidupan masyarakat.

"Edukasi ini memang memerlukan proses yang panjang dan kesabaran ekstra. Namun bukanlah sesuatu yang sia-sia, karena melalui edukasi kepada masyarakat diharapkan akan terjadi budaya baru dalam memandang sampah," katanya.

Selain itu, BKKPN Kupang bekerjasama dengan semua stakeholder dalam melakukan kampanye termasuk turun langsung melakukan aksi pembersihan di sekitar daerah pesisir. Kegiatan semacam ini dilakukan hampir sebulan sekali dengan tujuan mengedukasi masyarakat dalam menjaga kebersihan daan memerangi sampah.

Begitu pun kerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi juga dilakukan BKKPN Kupang guna mengetahui secara akurat wilayah dalam Kawasan Taman Nasional Laut Sawu yang terdampak pencemaran oleh sampah. Nantinya, hasil penelitian tersebut akan ditindaklanjuti demi menjaga kelestariann ekosistem yang berada dalam Kawasan Taman Nasional Laut Sawu.

"Kita tidak bekerja sendiri tapi melibatkan semua stakeholder termasuk dengan komunitas pencinta lingkungan. kampanye dan aksi nyata harus dilakukan secara terus menerus sehingga bisa menimbuhkan kesadaran bagi masyarakat," imbuhnya.

Beberapa waktu terakhir tambah Imam, BKKPN Kupang juga elakukan sosialisasi sekaligus bimbingan teknis pengelolaan lingkungan kepada 500 pembudidaya rumput laut dan masyarakat pesisir di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao. Kemudian diserahkan bantuan peralatan pengelolaan sampah plastik serta tempat penampungan sementara sampah plastik.

"Pada tahun 2017 silam, kami melakukan aksi bersih pantai pada 10 kelurahan dalam Kota Kupang dengan melibatkan lebih dari 2000 orang. Moment itu sekaligus kami kampanye pencanangan No More Marine Debris atau Jangan Ada Lagi Sampah di Laut," kata Imam Fauzi. *

FOLLOW US