• Bisnis

Bank NTT Jadi Agent of Development Hadapi Krisis Pangan Lewat Aplikasi B Pung Petani

Imanuel Lodja | Selasa, 20/09/2022 12:57 WIB
Bank NTT Jadi Agent of Development Hadapi Krisis Pangan Lewat Aplikasi B Pung Petani Inilah narasumber pada acara Katong Baomong di TVRI Stasiun Kupang mengusung tema Antisipasi Ancaman Krisis Pangan, Senin (19/9/2022).

KATANTT.COM--Ancaman krisis pangan dunia yang di depan mata mendapat perhatian serius bagi seluruh dunia sehingga patut dicari solusinya termasuk di indonesia khususnya Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dan PT Bank Pembangunan Daerah atau  Bank NTT sebagai agent of development mempunyai strategi jitu menghadapi ancaman krisis pangan dunia ini melalui aplikasi B Pung Petani.

Hal ini mengemuka dalam dialog di TVRI Stasiun Kupang dalam acara Katong Baomong mengusung tema Antisipasi Ancaman Krisis Pangan, Senin (19/9/2022) menghadirkan Prof Fred Benu, guru besar Undana, Dirut Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional, Ketua Tim Ahli Program TJPS, Dr Tony Basuki dan Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT, Lecky Koli.

Dalam pemaparan awalnya, Prof Fred Benu menjelaskan bahwa, ancaman krisis pangan bukan baru terjadi saat invasi Rusia ke Ukrania awal tahun 2022 ini namun jauh sebelumnya sudah diingatkan oleh PBB yakni sejak tahun 2007.

Guru besar Undana ini menyebut sejumlah faktor utama yang menjadi pemicu terjadinya krisis pangan saat ini yaitu invasi Rusia ke Ukraina karena Rusia menuntut pasokan pangan dari Ukraina. Padahal Rusia sendiri mengalami kesulitan dalam melakukan ekspor pangan. Dua negara ini yaitu Rusia dan Ukraina merupakan dua negara ekportir pangan terbesar di dunia termasuk Amerika Serikat.

"Begitu suplai pangan di pasar global tertahan maka semua negara terkena dampaknya merasakan akibatnya saat ini," imbuhnya.

Suplai pangan itu sendiri tak cukup memenuhi permintaan pangan termasuk Indonesia meski Indonesia sendiri mengalami swasembada pangan sesuai pengakuan Lembaga Internasional IRRI (International Rice Research Institute)karena Indonesia berhasil swasembada beras pada 2019-2021.

Namun Fred Benu mengingatkan bahwa swasembada ini hanya mampu memenuhi stok pangan selama tiga bulan ke depan. Berbeda dengan Rusia, Amerika Serikat dan China yang stok pangannya bisa bertahan 5-10 tahun mendatang.

"Sedangkan khusus di Nusa Tenggara Timur stok pangan hanya bertahan untuk 2-5 minggu ke depan. "Itulah yang menyebabkan kita (NTT) perlu mewaspadai terhadap ancaman krisis pangan," ujarnya.

Prof Fred Benu sepakat dengan sikap Pemprov NTT saat ini ini untuk menyiapkan ketahanan pangan. Dengan berkonsentrasi pada empat komoditi unggulan. Dia merinci NTT sangat kaya karena memiliki 57 jenis sumber karbohidrat, 55 jenis aneka sumber lemak dan minyak, 26 jenis aneka kacang-kacangan, 273 jenis buah-buahan, 178 jenis aneka sayuran, 94 jenis rempah bumbu, 32 jenis bahan minuman.

“Ini semua kita belum optimalkan. Karena itu saya setuju dengan pikiran bahwa harus disiapkan dari hulu sampai hilirnya. Karena itu kita harus mendukung program pemerintah yakni diversifikasi pangan. Dan tentu sesuai dengan program Bank NTT,”tegas Fred.

Rektor Undana dua periode ini mengakui bahwa memang ada banyak negara mengalami krisis pangan dan energi, dan kita belum bisa memprediksi Indonesia. Namun sejartinya apa yang dilaksanakan pemerintah provinsi saat ini benar, untuk ketahanan pangan.

Instruksi Gubernur Bentuk Tim Pangan Daerah

Terkait ancaman krisis pangan ini Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT, Lecky Koli menyebut Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat sudah menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah untuk membentuk tim pangan daerah dengan tugas memastikan dan memobilisasi semua sumber daya untuk memanfaatkan, mengoptimalkan semua lahan-lahan bisa ditanami sehingga bisa berproduksi.

Karena itu sebut Lecky Koli, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat sudah memerintahkan supaya mengontrol tiga komoditas utama yakni beras, jagung, sorgum dan kelor. Dan sejauh ini, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat sudah melakukan kunjungan kerja dan bertatap muka dengan para bupati, camat dan kepala desa/lurah guna memastikan ketersediaan pangan di daerahnya masing-masing.

Ia merinci untuk musim tanam pertama di tahun 2022 ini akan dilakukan penanaman padi di areal seluas 50000 ha dari 214.000 ha. tanaman jadung 300.000 ha sorgum 3500 ha dan 34.000 ha saat musim tanam kedua di tahun 2023 nanti.

Menurut Lecky Koli berkaca pada kondisi dunia hari ini, maka pilihan kita tidak banyak yakni ketika kita tidak menanam maka kita tidak mungkin panen. “Karena itu satu-satunya cara yakni semua kita masing-masing menuju lahan kita, untuk memanfaatkan musim hujan ini. Terutama kelompok-kelompok keluarga miskin, agar mereka pun bisa mampu memiliki akses ketersediaan pangan,” jelas Lecky.

Ia menambahkan memang pemerintah pusat sudah menyiapkan sabuk pengaman dengan beberapa bantuan sosial, namun tidak berarti semua berpangku tangan. Sehingga pihaknya mengajukan peoduk-produk unggulan seperti Padi, Jagung, Sorgum, dan Kelor.

“Benih sudah kita siapkan sedangkan pupuk subsidi memang ada keterbatasan tetapi dengan skema-skema pembiayaan ekosistem pertanian, kita menggunakan pupuk non subsidi. Yang secara ekonomi bisa dijangkau yang langsung dibiayai oleh teman-teman Bank NTT. Off taker-nya sudah kita siapkan,” tambahnya.

Sementara Dr. Tony Basuki mengapresiasi program Tanaman Jagung Panen Sapi (TJPS) oleh pemprov NTT yang dinilai sudah pada track yang benar karena hampir 80 persen petani di NTT menanam jagung.

“Cocok dengan apa yang didengungkan pak Gub (Viktor Bungtilu Laiskodat). Dalam TJPS ada banyak perubahan inovasi yang kita bisa lihat dari pelaksanaannya. Padi, luas tanamnya adalah 214.000 hektar sedangkan luas bahan bakunya, 155.000 hektar,” tegas Tonny.

Lalu sorgum, presiden menggaungkan komoditas ini. Salah satu lahan harapannya NTT. Sementara Kelor, berpuluh tahun, kelor adalah food security bagi masyarakat NTT sehingga dia menjadi harapan baru namun syaratnya hilirnya harus diperbaiki.

Dirut Alex: Peran Besar Bank NTT dalam B’Pung Petani

Dirut Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho menjelaskan bahwa krisis pangan ini bukan baru pertama kali di dunia dan Indonesia oleh karena itu guna menyikapi krisis pangan tentu kita berangkat dari babagaimana membangun ketahanan pangan di NTT. “Bahwa memang untuk komoditi tertentu, beras, saat ini Indonesia dalam posisi swasembada namun dalam keseharian dalam keperluan pangan, orang tidak hanya makan beras. Ada komoditi lainnya. Tentu menjadi sesuatu yang dibutuhkan ,”jelas Alex.

Krisis terjadi ketika permintaan pasar tinggi, sedangkan kerersediaan sedikit. Sehingga inflasi terjadi. Cabe rata-rata didatangkan dari Jawa, Bali dan NTB ke NTT. Karena itu langkah cepat yang harus dilakukan yakni memastikan ketahanan pangan. Didukung aspek keterjangkauan distribusi pangan.

“Inilah yang menyebabkan inflasi menjadi tinggi. Oleh karena itu Bank NTT sebagai agen of development harus ada di seluruh aspek ini. Bagaimana mendukung pemerintah dalam ketersediaan pangan. Oleh karena itu dalam ekosistem pembiayaan baik dalam komoditi jagung dan sebagainya. Kita mendesain skim dengan me-reenginering dan me-revocusing serta merevitalisasi unit kerja kita sehingga antara skim produk dan unit kerja kita itu ada keselarasan untuk memberikan akses yang mudah, murah dan cepat,”tambah Alex lagi.

Ia optimis jika berkolaborasi dengan semua sumberdaya yang ada, dengan pola multihelix yakni melibatkan semua seperti akademisi, asuransi, perbankan, lembaga penjaminan, dan sebagainya, bahkan pihak-pihak lainnya yang mempunyai stimulus kebijakan dalam ekosistem akan mampu memberikan daya dorong yang kuat untuk membangun dan mengakselerasi ketahanan pangan berbasis komoditi unggulan di NTT.

Alex pun menjelaskan alasan hadirnya aplikasi B’Pung Petani. Pihaknya mengidentifikasi bahwa krisis terjadi ketika ketiadaan akses sehingga dibuatlah aplikasi B’Pung Petani untuk nantinya tenaga-tenaga PPL Pertanian menginput data setelah diverifikasi by name by adress, lahan yang digarap, kemudian varian yang ditanam.

“Dengan data yang valid itu pada akhirnya dapat memacu dan memicu produktivitas yang juga pada manfaat ekonomisnya mendekatkan masyarakat untuk memiliki daya beli yang kuat. Sehingga dengan mengkonsumsi bahan-bahan pangan lokal yang bergizi dan tidak kalah dari bahan-bahan atau keutuhan pangan dari luar. Dengan aplikasi ini bisa memberikan informasi-informasi kepada pemerintah bagaimana mengendalikan inflasi. Serta kita bisa identifikasi daerah mana yang over produksi dan mana yang devisit,”tambahnya.

Jika tak ada hambatan maka pada Selasa (20/9/2022) hari ini akan dilakukannya evaluasi terhadap aplikasi ini. Alex merinci keuntungan dari aplikasi ini yakni untuk mendekatkan akses pada sumber-sumber pangan dan mulai untuk mengedukasi bagaimana merubah pola konsumsi.

“Konsumsi pada kekuatan tanaman pangan lokal, karena itu aplikasi ini akan memberikan informasi yang sangat penting dan strategis tidak saja dari pemerintah untuk mendesain program ketahanan pangan tetapi dari pemerintah bagaimana mennggarap sektor-sektor pendidikan dan kesehatan untuk berkampanye mengenai kekayaan potensi pangan lokal yang ada.” ***

FOLLOW US