• Nusa Tenggara Timur

Polres Alor Selidiki Kemungkinan Korban Lain di Tempat Tinggal Vikaris di Kota Kupang

Imanuel Lodja | Selasa, 20/09/2022 16:56 WIB
Polres Alor Selidiki Kemungkinan Korban Lain di Tempat Tinggal Vikaris di Kota Kupang ilustrasi

KATANTT.COM--Penyidik Polres Alor, mengembangkan penyelidikan kasus pencabulan terkait kemungkinan ada korban lain yang berada di lingkungan tempat tinggal SAS, calon pendeta (vikaris) tersangka kasus pencabulan di Kota Kupang.

Kapolres Alor, AKBP Ari Satmoko yang dikonfirmasi Selasa (20/9/2022) mengakui penyidik Satuan Reskrim Polres Alor saat ini tengah mendalami dan menyelidiki dugaan korban lainnya disekitar tempat tinggal SAS, di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo Kota Kupang ataupun tempat lain bekas tugas tersangka.

Sampai saat ini belum ditemukan adanya korban lain yang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal tersangka di Kota Kupang ataupun tempat lain. "Pasti dilakukan (pendalaman dan penyelidikan, tapi sampai sekarang kita belum ada temuan (korban lain) disana," ujar Ari.

Ari menghimbau, jika ada informasi terdapat korban lain di tempat berbeda baik itu dilingkungan tempat tinggal ataupun di tempat lain seperti di Kupang agar bisa memberi informasi kepada pihak kepolisian. "Jika ada informasi, nanti akan kita bantu untuk melakukan kroscek dengan tersangka disini," imbuhnya.

Iaa menyebutkan, tersangka juga dalam pemeriksaan mengaku tidak melakukan pencabulan di tempat lain. Tapi masih perlu didalami dengan melakukan penyelidikan oleh penyidik. "Karena tidak mungkin tersangka mengaku (kalau ada korbannya di tempat lain) sehingga perlu didalami dan diselidiki," kata Ari.

Ari menjelaskan, sampai Selasa (20/9/2022) korban pencabulan oleh tersangka SAS tercatat 14 orang. Mereka terdiri dari sepuluh anak-anak usia 13-16 tahun dan empat lainnya adalah dewasa berusia 19 tahun.

Belasan korban tersebut adalah Warga Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor, NTT yang juga jemaat di Gereja Nailang. Ari membantah ada korban yang hamil hingga melahirkan akibat pencabulan yang dilakukan oleh tersangka SAS.

Ketua Klasis Alor Timur Laut, Pendeta Yosua Penpada yang dihubungi terpisah membantah jika ada korban yang hamil akibat pencabulan yang dilakukan SAS.

Dia mengakui sempat berhembus isu adanya korban yang hamil. Tapi tak mengetahui isu itu ditujukan kepada siapa. Karena pihak gereja yang melalukan pendampingan terhadap korban pencabulan tidak ada satupun yang mengaku hamil.
"Isu (ada korban yang hamil) itu memang ada, tapi tidak tahu ditunjukan kepada siapa," kata Yosua.

Dia menjelaskan bahwa dari belasan korban yang mendapat pendampingan dari pihak gereja tidak satupun korban yang hamil atau pun mengaku pernah hamil dari pencabulan yang dilakukan SAS.

Senin (5/9/2022) lalu, Polres Alor menangkap dan menahan SAS, seorang vikaris atau calon pendeta di Alor, Nusa Tenggara Timur yang diduga melakukan pencabulan terhadap sejumlah anak yang berstatus pelajar.

Terbongkarnya kasus pencabulan tersebut setelah dilaporkan oleh salah satu orangtua korban ke Polres Alor dengan Laporan Polisi nomor LP-B/277/IX/2022/SPKT /Polres Alor/Polda NTT tanggal 1 September 2022.

Pencabulan dan persetubuhan juga dilakukan tersangka SAS dalam kompleks Gereja Nailang, Desa Waisika Kecamatan Alor Timur Laut, Alor, tempat tersangka SAS melaksanakan tugas pelayanan sebagai calon pendeta atau Vikaris.
Tersangka SAS adalah warga Jalan Perintis Kemerdekaan, RT 16/RW 05, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo Kota Kupang

Perbuatan SAS dilakukan dalam kurun waktu satu tahun, sejak Mei 2021 hingga Mei 2022. Tersangka SAS bertugas sebagai Vikaris di Alor sejak 21 Desember 2020 hingga Mei 2022 untuk menjalani masa vikaris. Hingga Selasa (20/9/2022) tercatat 14 korban pencabulan yang dilakukan oleh SAS. Belasan korban tersebut terdiri dari sepuluh anak-anak dan empat orang dewasa.

Dalam perkara ini, polisi menjerat tersangka dengan pasal berlapis yakni pasal Pasal 81 ayat 5 jo pasal 76D Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2014 tetang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan undang-undang RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang, jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.

Selain itu tersangka dikenakan tersebut pasal 45 ayat 1 jo pasal 27 ayat 1 Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah

FOLLOW US