• Gaya Hidup

Dinamika Pendampingan Anak Berhadapan Hukum di Masa Pandemi Covid-19 oleh Pembimbing Kemasyarakatan

Imanuel Lodja | Rabu, 01/02/2023 16:18 WIB
Dinamika Pendampingan Anak Berhadapan Hukum di Masa Pandemi Covid-19 oleh Pembimbing Kemasyarakatan Hendrik Manubale

KATANTT.COM--Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mendeskripsikan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Sebagai generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia. Oleh sebab itu, diperlukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Pemenuhan hak anak wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Konvensi Hak Anak yang disetujui melalui Keputusan Presiden No.36/1990 tanggal 28 Agustus 1990 mengakui 10 hak anak. Hak anak meliputi hak mendapat nama dan identitas resmi, hak memiliki kewarganegaraan, hak mendapatkan perlindungan, hak memperoleh makanan, hak atas tubuh sehat dan tumbuh kembang optimal, hak rekreasi, hak mendapatkan pendidikan, hak bermain, hak berperan dalam pembangunan, dan hak mendapatkan kesamaan.

Lantas bagaimana dengan anak yang menjadi klien pemasyarakatan sehingga harus berhadapan dengan hukum? Apakah dengan status hukumnya, anak tersebut kehilangan haknya? Regulasi hukum yang berlaku di Indonesia telah mengatur hak anak yang berkonflik dengan hukum. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur batasan usia anak yang menjadi klien pemasyarakatan yakni telah mencapai usia 8 tahun dan belum mencapai 18 tahun. Perubahan atas usia minimal dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan batas minimal usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 tahun.

Secara khusus Pasal 66 Undang-Undang 39 Tahun 1999 mengatur tentang hak anak-anak yang kehilangan kebebasannya, yakni hak untuk tidak dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Anak juga berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya.

Selain itu, fasilitas anak harus dipisahkan dari orang dewasa. Anak berhak untuk memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. Serta, anak memiliki hak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang berkonflik dengan hukum, dan anak korban tindak pidana, secara khusus dilindungi oleh UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perlakuan atas klien anak wajib diberikan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak.

Anak pidana adalah sebutan yang biasa diberikan pada anak didik pemasyarakatan yang terlibat dalam tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak. Beberapa ahli hukum menolak penggunaan istilah ini sebab memunculkan stigma negatif.

Anak didik pemasyarakatan seringkali dilabeli pembuat masalah sehingga menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara lingkungan sosial dengan anak yang dipenjara tersebut. Oleh sebab itu, anak didik memerlukan perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

Penyediaan petugas pendamping khusus anak yang berkonflik dengan hukum dilakukan sejak dini. Pembimbing Kemasyarakatan (PK) memiliki peran penting dalam penanganan kasus anak. PK merupakan bagian dari Balai Pemasyarakatan yang merupakan unit Pelaksana Teknis di jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

Dalam pembinaan dan pembimbingan klien anak, PK menerima surat perintah pendampingan anak yang berkonflik dengan hukum yang ditindaklanjuti dengan pembuatan penelitian kemasyarakatan untuk memahami latar belakang anak didik.

Penjatuhan sanksi yang tepat harus dipertimbangkan untuk kepentingan yang terbaik bagi klien anak. Jika anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan (PK), dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali kepada orang tua atau wali. Opsi lainnya adalah dengan mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah yang menangani bidang kesejahteraan sosial atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS).

Sementara itu, penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan jika anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

Jika tidak memenuhi mekanisme penahanan, maka pihak kepolisian akan mengajukan diversi atau musyawarah untuk menemukan solusi atas kasus tersebut. PK bertugas melakukan pendampingan terhadap anak di setiap tahap peradilan (penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri) dan menjadi wakil fasilitataor pada setiap tingkat peradillan dalam melakukan upaya diversi.

PK juga wajib melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap hasil kesepakatan diversi dan putusan pengadilan. Dengan meningkatnya angka kriminalitas, jumlah Anak Didik Pemasyarakatan turut meningkat. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan terdapat 276.172 penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) per 19 September 2022. Adapun sebanyak 2.579 jiwa atau 0.93% yang termasuk kelompok anak.

Pemenuhan hak anak didik pemasyarakatan dilaksanakan melalui pendampingan oleh Balai Pemasyarakatan melalui peran dan fungsi PK. Tak hanya fasilitas dan sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan fisik anak, PK juga mendampingi anak didik dalam menjalani program pembinaan yang dilakukan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan rohani, psikologis, dan hak pendidikan anak.

Pandemi Covid-19 yang melanda justru kian mempertegas peran PK. PK bertugas mengawasi sekaligus membimbing anak didik mulai dari tahap peradilan, hingga pengintegrasian kembali dengan masyarakat. Pandemi ini menuntut PK agar mampu berinovasi dalam memberikan pelayanan yang maksimal.

Berbagai penyesuaian dilakukan mulai dari masa pra-peradilan dengan pelaksanaan fungsi litmas. Hasil litmas sangat berpengaruh kepada proses penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Dengan kata lain, nasib klien anak sangat bergantung pada proses litmas. Di masa pandemi, litmas dilakukan secara daring, baik dalam mengkaji dokumen, maupun saat wawancara dengan anak didik.

Dalam masa pendampingan sebelum proses pengadilan hingga setelah pengadilan yang merupakan tugas khusus PK, pendampingan terhadap anak didik tetap dilakukan secara langsung dengan menaati protokol kesehatan yang ada.

Sementara itu pada tahap integrasi kembali melalui program Asimilasi Rumah, PK melakukan pengawasan dan pembimbingan terhadap anak didik secara daring dengan mengoptimalkan sarana yang ada, baik telpon, hingga videocall menggunakan platform sosial online. Pembimbingan ini dilakukan dengan menyampaikan materi bimbingan kepada anak didik sesuai jadwal sekaligus menjalankan fungsi pengawasan.

Pemanfaatan teknologi sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugas PK dalam pendampingan. Sebab proses pembimbingan dan pembinaan ini merupakan upaya memulihkan anak yang berhadapan dengan hukum agar berkembang dengan baik. Pendampingan oleh PK akan memberikan rasa aman, tenang dan nyaman bagi anak selama menghadapi proses hukum. (Penulis: Hendrik F. Manubale: PK pada Bapas Kelas II Kupang) 

 

FOLLOW US