• Nusa Tenggara Timur

Tekan Stunting di NTT, Polda NTT Bentuk Program GOTAAS

Imanuel Lodja | Sabtu, 18/03/2023 06:08 WIB
Tekan Stunting di NTT, Polda NTT Bentuk Program GOTAAS Kapolda NTT Irjen Pol Johni Asadoma bersama Ketua Bhayangkari Daerah NTT, Vera Asadoma mnyapa salah satu balita stunting yang menjadi anak asuh Polres Kupang Kota saat sosialisasi dan pencanangan orang tua asuh anak stunting secara tatap muka maupun daring/hybrid, Jumat (17/3/2023).

KATANTT.COM--Stunting atau masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak menjadi masalah serius. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk menekan angka stunting. Penananganan stunting juga terus dilakukan bukan saja oleh pemerintah tetapi juga oleh berbagai pihak. Bhayangkari Polda NTT juga peduli pada penanganan stunting.

Ketua Bhayangkari Daerah NTT, Vera Asadoma beserta pengurus menggagas sosialisasi dan pencanangan orang tua asuh anak stunting secara tatap muka maupun daring/hybrid. Acara tersebut diselenggarakan dalam menyongsong peringatan ulang tahun ke-43 Yayasan Kemala Bhayangkari bagi Polda NTT dengan program orang tua asuh bagi anak-anak stunting di NTT.

Kapolda NTT Irjen Pol Drs Johni Asadoma, MHum, mengapresiasi dan memberkan penghargaan yang tinggi kepada Bhayangkari yang berperan dalam penanganan stunting. "Ini merupakan momentum yang sangat penting dalam upaya memberikan pemahaman tentang stunting dan permasalahan yang akan timbul di masyarakat," ujar Kapolda NTT, Irjen Pol Johni Asadoma.

Polri dalam tugas dan tanggung jawabnya, tandas Kapolda NTT Irjen Pol Johni Asadoma dituntut untuk memiliki kepedulian terkait stunting dimaksud. Karena itu, orang nomor satu di Polda NTT ini berharap masyarakat Nusa Tenggara Timur dapat mengetahui dan memahami bahwa pertumbuhan anak mulai dari balita sampai usia dewasa sangat diperlukan guna mencapai masa depan yang diharapkan.

Dalam upaya percepatan penurunan stunting agar dapat mencapai target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024, maka sebagai wujud keseriusan, Polda NTT membentuk program gerakan orang tua asuh anak stunting (Gotaas). Gerakan ini dilakukan guna mendorong percepatan penurunan angka stunting di NTT.

"Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya sehinga kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia umur 2 tahun," tambahnya.

Di sisi lain, stunting bukan hanya urusan tinggi badan anak. Yang perlu diwaspadai adalah menurunnya kemampuan belajar anak, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit-penyakit kronis. Saat pencanangan orang tua asuh anak stunting oleh Bhayangkari Polda NTT, sebanyak 105 anak dihadirkan dari Polres jajaran.

Hadir juga 5 orang anak yang di asuh oleh Polres Kupang Kota. Kapolda NTT, Irjen Pol Johni Asadoma berharap pada tingkat Polda para PJU dan seluruh satker dapat mengambil bagian menjadi orang tua asuh.

“Kita patut berbangga, karena sudah ada Kapolsek di Polres Alor yang memulai menjadi orang tua asuh bagi puluhan anak stunting di Kabupaten Alor," tandas Kapolda NTT, Irjen Pol Johni Asadoma.

Oleh sebab itu, Kapolda NTT Irjen Pol Johni Asadoma menginstrusikan kepada para PJU, Kapolres dan Kapolsek untuk menjadi orang tua asuh anak stunting. Langkah awal pembiayaan program ini akan didukung oleh dinas karena seluruh Kapolres sudah berkomitmen, dengan para Bhayangkari yang menjadi ujung tombak eksekutor di lapangan.

Berdasarkan survei status gizi indonesia (ssgi) kementerian kesehatan, prevalensi balita stunting di indonesia mencapai 21,6 persen pada 2022. Angka ini turun 2,8 poin dari tahun 2021. Namun untuk Provinsi NTT berada pada ututan pertama balita stunting yakni 35,3 persen dari 34 provinsi.

Ada perbedaan data antara Kementerian Kesehatan RI dan Pemprov NTT. Berdasarkan rilis data dinas kesehatan provinsi NTT akhir tahun 2022 bahwa trend perkembangan data stunting periode Agustus 2021 dan Agustus 2022, cenderung turun dari 20,9 persen tahun 2021 menjadi 17,7 persen tahun 2022 atau 77.338 balita stunting.

Meski masih bertengger di posisi puncak, namun prevalensi balita stunting di NTT menurun dari 2021 yang sebesar 37,8 persen. Selanjutnya, Provinsi Sulawesi Barat di peringkat kedua dengan prevalensi balita stunting sebesar 35 persen.

Lalu, provinsi Papua Barat dan Nusa Tenggara Barat memiliki prevalensi balita stunting masing-masing sebesar 34,6 persen dan 32,7 persen. Terdapat 18 provinsi dengan prevalensi balita stunting di atas rata-rata angka nasional.

Sisanya, 16 provinsi berada di bawah rata-rata angka stunting nasional. Disisi lain, Provinsi Bali menempati prevalensi balita stunting terendah nasional. Persentasenya hanya 8 persen atau jauh di bawah angka stunting nasional pada 2022.

“Sekali lagi saya instrusikan kepada jajaran Polri Polda NTT untuk berkolaborasi, bahu membahu agar dapat mendukung dan mengawal pelaksanaan percepatan penurunan stunting khususnya di Provinsi NTT. Pemerintah tidak mungkin bekerja sendirian, tetapi memerlukan kolaborasi dan dukungan dari semua pihak. Anak-anak bangsa adalah bagian dari masa kini dan masa depan. Sekarang kita rawat mereka, kelak mereka yang merawat bangsa,” tegas Kapolda NTT, Irjen Pol Johni Asadoma.

FOLLOW US